HADITS PALSU TENTANG HURU-HARA AKHIR ZAMAN PADA HARI JUMAT DI PERTENGAHAN BULAN ROMADHON

Dari milis pm-fatwa (pm-fatwa@yahoogroups.com)

Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz, Lc

Bismillah. Segala puji bagi Allah, Robb semesta alam. Sholawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita, Muhammad bin
Abdullah shallallahu alaihi wasallam, keluarganya, para sahabatnya,
dan orang-orang yang senantiasa berpegang teguh dengan ajarannya
hingga hari kiamat.

Akhir-akhir ini banyak sekali pertanyaan dari beberapa member BB Group
Majlis Hadits Ikhwan dan Akhwat seputar derajat hadits huru-hara akhir
zaman yang terjadi pada pertengahan bulan Romadhon yang bertepatan
dengan hari Jumat.

Maka kita katakan, bahwa para ulama hadits terdahulu maupun yang hidup
di zaman sekarang telah menerangkan dengan jelas dan gamblang bahwa
hadits-hadits yang berbicara tentang masalah tersebut tidak ada satu
pun yang Shohih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, baik ditinjau
dari segi sanad hadits maupun realita yang ada. Bahkan semuanya adalah
hadits-hadits munkar dan palsu yang didustakan atas nama Nabi
shallallahu alaihi wasallam.

Berikut ini akan saya sebutkan teks (lafazh) hadits tersebut dengan
sanadnya, serta studi kritis para ulama terhadapnya.

قَالَ نُعَيْمٌ بْنُ حَمَّادٍ : حَدَّثَنَا أَبُو عُمَرَ عَنِ ابْنِ
لَهِيعَةَ قَالَ : حَدَّثَنِي عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ حُسَيْنٍ عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنِ الْحَارِثِ
الْهَمْدَانِيِّ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : "إذا كانَتْ
صَيْحَةٌ في رمضان فإنه تكون مَعْمَعَةٌ في شوال، وتميز القبائل في ذي
القعدة، وتُسْفَكُ الدِّماءُ في ذي الحجة والمحرم.. قال: قلنا: وما
الصيحة يا سول الله؟ قال: هذه في النصف من رمضان ليلة الجمعة فتكون هدة
توقظ النائم وتقعد القائم وتخرج العواتق من خدورهن في ليلة جمعة في سنة
كثيرة الزلازل ، فإذا صَلَّيْتُمْ الفَجْرَ من يوم الجمعة فادخلوا
بيوتكم، وأغلقوا أبوابكم، وسدوا كواكـم، ودَثِّرُوْا أَنْفُسَكُمْ،
وَسُـدُّوْا آذَانَكُمْ إذا أَحْسَسْتُمْ بالصيحة فَخَرُّوْا للهِ سجدًا،
وَقُوْلُوْا سُبْحَانَ اللهِ اْلقُدُّوْسِ، سُبْحَانَ اللهِ اْلقُدُّوْسِ
، ربنا القدوس فَمَنْ يَفْعَلُ ذَلك نَجَا، وَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ
هَلَكَ)

Nu'aim bin Hammad berkata: "Telah menceritakan kepada kami Abu Umar,
dari Ibnu Lahi'ah, ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Abdul
Wahhab bin Husain, dari Muhammad bin Tsabit Al-Bunani, dari ayahnya,
dari Al-Harits Al-Hamdani, dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, dari
Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: "Bila telah muncul
suara di bulan Ramadhan, maka akan terjadi huru-hara di bulan Syawal,
kabilah-kabilah saling bermusuhan (perang antar suku, pent) di bulan
Dzul Qo'dah, dan terjadi pertumpahan darah di bulan Dzul Hijjah dan
Muharram…". Kami bertanya: "Suara apakah, wahai Rasulullah?" Beliau
menjawab: "Suara keras di pertengahan bulan Ramadhan, pada malam
Jumat, akan muncul suara keras yang membangunkan orang tidur,
menjadikan orang yang berdiri jatuh terduduk, para gadis keluar dari
pingitannya, pada malam Jumat di tahun terjadinya banyak gempa. Jika
kalian telah melaksanakan solat Subuh pada hari Jumat, masuklah kalian
ke dalam rumah kalian, tutuplah pintu-pintunya, sumbatlah
lubang-lubangnya, dan selimutilah diri kalian, sumbatlah telinga
kalian. Jika kalian merasakan adanya suara menggelegar, maka
bersujudlah kalian kepada Allah dan ucapkanlah: "Mahasuci Allah
Al-Quddus, Mahasuci Allah Al-Quddus, Rabb kami Al-Quddus", kerana
barangsiapa melakukan hal itu, niscaya ia akan selamat, tetapi
barangsiapa yang tidak melakukan hal itu, niscaya akan binasa".

(Hadits ini diriwayatkan oleh Nu'aim bin Hammad di dalam kitab
Al-Fitan I/228, No.638, dan Alauddin Al-Muttaqi Al-Hindi di dalam
kitab Kanzul 'Ummal, No.39627).

DERAJAT HADITS:

Hadits ini derajatnya PALSU (Maudhu'), karena di dalam sanadnya
terdapat beberapa perowi hadits yang pendusta dan bermasalah
sebagaimana diperbincangkan oleh para ulama hadits. Para perowi
tersebut ialah sebagaimana berikut ini:

1. Nu'aim bin Hammad
Dia seorang perowi yang Dho'if (lemah),


An-Nasa'i berkata tentangnya: "Dia seorang yang Dho'if (lemah)."
(Lihat Adh-Dhu'afa wa Al-Matrukin, karya An-Nasa'i I/101 no.589)

Abu Daud berkata: "Nu'aim bin Hammad meriwayatkan dua puluh hadits
dari Nabi shallallahu alaihi wasallam yang tidak mempunyai dasar sanad
(sumber asli, pent)."

Imam Al-Azdi mengatakan: "Dia termasuk orang yang memalsukan hadits
dalam membela As-Sunnah, dan membuat kisah-kisah palsu tentang
keburukan An-Nu'man (maksudnya, Abu Hanifah, pent), yang semuanya itu
adalah kedustaan." (Lihat Mizan Al-I'tidal karya imam Adz-Dzahabi
IV/267).

Imam Adz-Dzahabi berkata tentangnya: "Tidak boleh bagi siapa pun
berhujjah dengannya, dan ia telah menyusun kitab Al-Fitan, dan
menyebutkan di dalamnya keanehan-keanehan dan
kemungkaran-kemungkaran." (Lihat As-Siyar A'lam An-Nubala X/609).

2. Ibnu Lahi'ah (Abdullah bin Lahi'ah).

Dia seorang perowi yang Dho'if (lemah), karena mengalami kekacauan
dalam hafalannya setelah kitab-kitab haditsnya terbakar.

An-Nasa'i berkata tentangnya: "Dia seorang yang Dho'if (lemah)."
(Lihat Adh-Dhu'afa wa Al-Matrukin, karya An-Nasa'i I/64 no.346)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani berkata: "Dia mengalami kekacauan di
dalam hafalannya setelah kitab-kitab haditsnya terbakar." (Lihat
Taqrib At-Tahdzib I/319 no.3563).

3. Abdul Wahhab bin Husain.

Dia seorang perowi yang majhul (tidak dikenal).

Al-Hakim berkata tentangnya: "Dia seorang perowi yang Majhul (tidak
jelas jati dirinya dan kredibilitasnya)." (Lihat Al-Mustadrak No.
8590)

Imam Adz-Dzahabi berkata di dalam At-Talkhish: "Dia mempunyai riwayat
hadits palsu." (Lihat Lisan Al-Mizan, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar
Al-Asqolani II/139)

4. Muhammad bin Tsabit Al-Bunani.

Dia seorang perowi yang Dho'if (lemah dalam periwayatan hadits)
sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu hajar Al-Asqolani, Ibnu
Hibban dan An-Nasa'i.

An-Nasa'i berkata tentangnya: "Dia seorang yang Dho'if (lemah)."

Yahya bin Ma'in berkata: "Dia seorang perowi yang tidak ada
apa-apanya." (Lihat Al-Kamil Fi Dhu'afa Ar-Rijal, karya Ibnu 'Adi
VI/136 no.1638).

Ibnu Hibban berkata: "Tidak boleh berhujjah dengannya, dan tidak boleh
pula meriwayatkan darinya." (Lihat Al-Majruhin, karya Ibnu Hibban
II/252 no.928).

Imam Al-Azdi berkata: "Dia seorang yang gugur riwayatnya." (Lihat
Tahdzib At-Tahdzib, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani IX/72
no.104)

5. Al-Harits bin Abdullah Al-A'war Al-Hamdani.

Dia seorang perowi pendusta, sebagaimana dinyatakan oleh imam
Asy-Sya'bi, Abu Hatim dan Ibnu Al-Madini.

An-Nasa'i berkata tentangnya: "Dia bukan seorang perowi yang kuat
(hafalannya, pent)." (Lihat Al-Kamil Fi Dhu'afa Ar-Rijal, karya Ibnu
'Adi II/186 no.370).

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani berkata tentangnya: "Imam Asy-Sya'bi
telah mendustakan pendapat akalnya, dan dia juga dituduh menganut
paham/madzhab Rofidhoh (syi'ah), dan di dalam haditsnya terdapat suatu
kelemahan." (Lihat Taqrib At-Tahdzib I/146 no.1029).
Ali bin Al-Madini berkata: "Dia seorang pendusta."

Abu Hatim Ar-Rozi berkata: "Dia tidak dapat dijadikan hujjah." (Siyar
A'lam An-Nubala', karya imam Adz-Dzahabi IV/152 no.54)

PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG HADITS INI:
Al-Uqoily rahimahullah berkata: "Hadits ini tidak memiliki dasar dari
hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang tsiqoh (terpercaya), atau
dari jalan yang tsabit (kuat dan benar adanya)." (Lihat Adh-Dhu'afa
Al-Kabir III/52).

Ibnul jauzi rahimahullah berkata: "Hadits ini dipalsukan atas nama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." (Lihat Al-Maudhu'aat
III/191).

Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: "Hadits ini Palsu (Maudhu').
Dikeluarkan oleh Nu'aim bin Hammad dalam kitab Al-Fitan." Dan beliau
menyebutkan beberapa riwayat dalam masalah ini dari Abu Hurairah dan
Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhuma. (Lihat Silsilah Al-Ahadits
Adh-Dho'ifah wa Al-Maudhu'ah no.6178, 6179).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: "Hadits ini tidak
mempunyai dasar yang benar, bahkan ini adalah hadits yang batil dan
dusta." (Lihat Majmu' Fatawa Bin Baz XXVI/339-341).

KESIMPULAN:
Dengan demikian, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hadits ini
adalah hadits Maudhu' (Palsu). Tidak boleh diyakini sebagai kebenaran,
dan tidak boleh dinisbatkan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wasallam. Karena disamping sanad hadits ini tidak ada yg dapat
diterima sebagai hujjah, juga realita telah mendustakannya. Sebab
telah berlalu tahun-tahun yang banyak dan telah terjadi berulang kali
hari Jumat yang bertepatan dengan tanggal lima belas (pertengahan)
bulan Romadhon, namun kenyataannya tidak pernah terjadi sebagaimana
berita yang terkandung di dalam hadits ini. (Alhamdulillah).
Oleh karena itu, kita dilarang keras menyebarluaskannya kepada orang
lain baik melalui media cetak, maupun elektronik, atau dalam obrolan
dan khutbah kecuali dalam rangka menjelaskan sisi kelemahan,
kepalsuan, dan kebatilannya, serta bertujuan untuk memperingatkan umat
darinya.

Jika kita telah melakukan ini, berarti kita telah bebas dan selamat
dari ancaman keras Nabi shallallahu alaihi wasallam, yaitu berupa
masuk neraka bagi siapa saja yang sengaja berdusta atas nama beliau,
baik dengan tujuan menjelekkan Nabi shallallahu alaihi wasallam dan
ajarannya, atau dalam rangka membela Nabi dan memotivasi kaum muslimin
untuk bersemangat dalam beribadah kepada Allah.

Demikian jawaban atas pertanyaan dalam masalah ini yang dapat saya
sampaikan. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.
Telah selesai ditulis pada hari Rabu, 04 Januari 2012 di kediamannya,
Klaten – Jawa Tengah.

(Artikel: http://abufawaz.wordpress.com, dan diposting oleh Pembina BB
Group Majlis Hadits, Room Hadits Dho'if dan Palsu. PIN: 285734BB).