Titik Kritis Kehalalan Coklat

Untuk bergabung kedalam milis ini, silahkan mengirimkan email kosong ke: halal-baik-enak-subscribe@egroups.com



Anton Apriyantono
Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB
apriyant@indo.net.id



Coklat adalah bahan pangan yang unik karena berbentuk padatan pada suhu ruang akan tetapi akan mudah meleleh begitu coklat sampai di mulut.  Rasa coklat yang unik yang bila bergabung dengan gula dan susu akan memiliki rasa enak menyebabkan coklat digemari oleh banyak orang dari berbagai kalangan.
            Coklat dibuat dari biji coklat yang dihasilkan dari tanaman cacao (Theobroma cacao, L.).  Tanaman cacao pertama kali dikenal oleh bangsa Maya di Yukatan selatan di daerah Amerika Selatan.  Tanaman cacao telah ditanam oleh bangsa Aztec di Meksiko dan bangsa Inca di Peru ketika bangsa Eropa pertama kali datang ke Amerika Tengah.  Biji coklat pada masa itu dijadikan mata uang, selain itu biji coklat dibuat menjadi minuman dengan nama chocolatl.  Dari nama minuman itulah agaknya istilah coklat muncul.  Pada masa itu untuk membuat minuman chocolatl, biji coklat disangrai dalam suatu wadah yang terbuat dari tanah liat kemudian setelah itu digiling dengan menggunakan batu.  Hasil gilingan kemudian diuleni lalu dicampur dengan air sehingga menjadi suatu minuman.  Kedalam minuman ini seringpula ditambahkan vanila, rempah-rempah atau madu.

           
Setelah bangsa Spanyol menaklukkan bangsa Meksiko, Don Cortez memperkenalkan minuman coklat di Spanyol pada tahun 1520an dimana pada saat itu gula ditambahkan kedalam minuman untuk mengatasi rasa pahit dan sepat dari minuman coklat yang tanpa gula.  Akan tetapi baru sekitar hampir seratus tahun kemudian minuman coklat dikenal lebih luas sebagai minuman yang sangat mahal dan kebanyakan merupakan minuman para aristokrat (bangsawan) Eropa.  Akan tetapi, sejak dibukanya kedai minum coklat di London pada tahun 1657, minuman coklat menjadi minuman orang kebanyakan, apalagi sejak penemuan penambahan susu kedalam coklat pada tahun 1727 oleh Nicholas Sanders.  Penambahan susu kedalam minuman coklat menjadikan minuman coklat susu digemari oleh masyarakat banyak.  Dengan berkembangnya teknologi pengolahan coklat seperti ditemukannya cara untuk mengeluarkan cocoa butter  dari biji coklat, ditemukannya proses Dutching untuk memudahkan coklat larut dalam air panas atau susu serta penemuan-penemuan lainnya, maka coklat menjadi bahan pangan yang digemari dan tersebar luas ke seluruh penjuru dunia.

Proses Pembuatan Coklat

            Mula-mula biji coklat dikeluarkan dari buah coklat.  Biji coklat kemudian difermentasi dengan cara ditumpuk (satu tumpukan terdiri dari 25 - 2500 kg biji segar), ditutup dengan daun pisang lalu dibiarkan selama 5 – 6 hari.  Fermentasi ini biasanya dilakukan di lapang, di kebun dimana pohon cacao tumbuh dan cara ini biasa dipraktekkan di Afrika Barat.  Pada perkebunan coklat yang lebih luas seperti yang terdapat di Asia, fermentasi dilakukan dengan cara menempatkan biji coklat kedalam kotak-kotak kayu yang belubang, biasanya lubang berada di bagian bawah.  Selama proses ini terjadi perubahan-perubahan didalam biji coklat menghasilkan bahan-bahan kimia yang dibutuhkan dalam pembentukan flavor (aroma dan rasa) coklat yang khas.
            Setelah proses fermentasi, biji coklat kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari atau menggunakan mesin pengering jika cuaca tidak memungkinkan.  Biji coklat kering ini kemudian dibawa ke pabrik pembuatan coklat untuk diolah lebih lanjut.  Proses selanjutnya melibatkan proses pembersihan biji dan penyangraian biji coklat.  Penyangraian akan menghasilkan flavor (aroma dan rasa) coklat yang khas, disamping itu penyangraian juga akan mematikan mikroorganisme yang tumbuh pada biji coklat sehingga dapat memperpanjang masa simpan biji coklat yang telah disangrai.  Setelah biji coklat disangrai kemudian dilakukan pemisahan kulit biji coklat sehingga hanya bagian dalam biji coklat saja yang digunakan dalam proses selanjutnya.  Ada juga proses penyangraian biji coklat yang didahului dengan perlakuan panas terhadap biji coklat kemudian penghilangan kulit biji, barulah kemudian dilakukan proses penyangraian.
            Penggilingan biji coklat yang telah disangrai dan dihilangkan kulit bijinya akan menghasilkan apa yang disebut dengan cocoa mass atau sering disebut pula dengan istilah cocoa liquor.  Agar dapat dihasilkan coklat bubuk yang mudah larut dalam air panas atau susu, juga mempengaruhi flavor dan warna, maka biasanya dilakukan proses yang disebut dengan proses Dutching yaitu menambahkan larutan alkali, biasanya potasium karbonat kedalam biji coklat sebelum dilakukan penyangraian.  Istilah Dutching diambil karena proses ini pertama kali dikembangkan di Belanda pada abad 19.
            Cocoa liquor mengandung lemak yang relatif tinggi, bisa mencapai 55%.  Jika dikeringkan maka akan dihasilkan coklat yang mengandung lemak tinggi sehingga kurang bisa larut merata ketika coklat bubuk ini dibuat menjadi minuman yaitu dengan cara melarutkan bubuk coklat kedalam air panas.  Oleh karena itu lemak yang terdapat pada cocoa mass biasanya dihilangkan sebagian dengan cara melakukan pengepresan terhadap cocoa mass sehingga kadar lemak cocoa mass berkurang menjadi sekitar 8 – 24%.  Dari hasil pengepresan cocoa mass akan dihasilkan lemak yang disebut dengan cocoa butter dimana bahan ini sangat dibutuhkan untuk membuat berbagai jenis produk coklat.  Sisa hasil pengepresan cocoa mass adalah apa yang diistilahkan dengan cocoa press cake yang nantinya digiling sehingga menjadi coklat bubuk. Kebanyakan coklat bubuk mengandung lemak sekitar 20 – 22%, tapi yang mengandung lemak lebih rendah juga ada, sebagai contoh yang mengandung lemak 15 – 17% atau 10 – 12%.
            Untuk membuat produk-produk coklat maka dibuat coklat dalam bentuk cair, ada yang disebut dengan dark chocolate yang dibuat dari pencampuran gula, biji coklat dan cocoa butter.  Ada juga yang disebut dengan coklat susu (milk chocolate) yang dibuat dengan mencampurkan gula, cocoa butter, biji coklat dan susu penuh.  Agar diperoleh bahan yang seragam, flavor yang enak dan tekstur yang lembut maka dilakukan proses conching dengan menggunakan alat khusus dimana bahan-bahan campuran diaduk pada suhu dan waktu tertentu sehingga dicapai sifat yang diinginkan.  Coklat cair ini selanjutnya digunakan sebagai bahan dasar pembuatan produk-produk coklat termasuk digunakan sebagai bahan pelapis (coating).
            Jika hanya menggunakan bahan-bahan yang telah dijelaskan diatas maka dari segi kehalalan insya Allah tidak ada masalah.  Akan tetapi, dengan berkembangnya teknologi maka selalu dicari alternatif bahan yang lebih murah dengan sifat-sifat yang menyerupai coklat.  Hal inilah yang menjadikan produk coklat perlu diwaspadai kehalalannya karena adanya kemungkinan penggunaan bahan-bahan yang diragukan kehalalannya, disamping itu tentu saja dalam pembuatan produk coklat diperlukan bahan-bahan aditif dan ingredien lainnya yang tentu saja harus kita perhatikan karena kehalalan produk coklat pada akhirnya sangat bergantung kepada bahan aditif dan ingredien yang digunakan dalam pembuatan produk coklat tersebut.

Bahan Pensubstitusi dan Pengganti Coklat

            Lemak nabati selain cocoa butter sudah lama digunakan dalam pembuatan coklat dan coklat pelapis (coating).  Hal ini disebabkan karena harga lemak nabati lain lebih murah dari cocoa butter sementara cukup banyak pula lemak nabati lain yang memiliki komposisi yang mirip dengan cocoa butter, khususnya komposisi trigliseridanya.  Walaupun demikian, diperlukan proses tertentu agar komposisi lemak nabati tersebut memiliki komposisi yang serupa dengan komposisi cocoa butter.  Lemak nabati yang dibuat sehingga memiliki komposisi yang mirip dengan komposisi cocoa butter disebut cocoa butter substitute (CBE).  CBE memiliki sifat kimia dan fisik yang mirip dengan cocoa butter.  Sumber minyak yang sering digunakan untuk membuat CBE adalah minyak sawit, lemak illipe (Shorea stenopatra) dan lemak shea (Butyrospermum parkii).
            Jika proses pembuatan CBE melibatkan proses fisik (fraksinasi dengan menggunakan panas) atau kimia (ekstraksi solven) saja maka produk yang dihasilkan tidak bermasalah dari segi kehalalannya.  Akan tetapi jika melibatkan proses enzimatis dimana melibatkan enzim maka kehalalannya dipertanyakan.  Enzim diperlukan untuk mempercepat proses reaksi interesterifikasi (pembentukan trigliserida dengan komposisi asam lemak tertentu yang diinginkan dengan cara mengikatkan asam lemak yang diinginkan pada trigliserida target dimana asam lemak ini diperoleh melalui pertukaran asam lemak trigliserida lain).  Sebagian enzim yang digunakan untuk melakukan reaksi ini berasal dari hewan, khususnya babi, sebagian lagi berasal dari mikroorganisme. Dengan demikian status kehalalan CBE adalah syubhat.
            Ada juga yang disebut dengan cocoa butter replacer (CBR), ini adalah lemak nabati yang memiliki sifat-sifat tertentu, khususnya sifat-sifat fisik, yang mirip dengan sifat-sifat cocoa butter.  CBR ada dua jenis, jenis pertama disebut dengan lauric fat CBR (sering disebut juga dengan CBS = cocoa butter substitute) dimana bahan dasar untuk membuatnya adalah minyak inti sawit dan minyak kelapa, keduanya banyak mengandung asam laurat, itu sebabnya disebut lauric fat.  Jenis yang kedua adalah yang dibuat dari minyak nabati selain minyak inti sawit dan minyak kelapa disebut non-lauric fat CBR.  Contoh minyak yang digunakan dalam pembuatan CBR jenis kedua ini adalah minyak sawit dan minyak kedele, melalui proses fraksinasi dapat dihasilkan CBR.  Dilihat dari bahan dasar dan cara pembuatannya CBR tidak diragukan kehalalannya.
            Ada juga yang disebut dengan cocoa butter improver (CBI), ini adalah lemak (biasanya dari tanaman) yang digunakan untuk mengubah sedikit sifat-sifat fisik cocoa butter.  Sebagai contoh, coklat yang dibuat dengan menggunakan cocoa butter yang telah ditambah CBI tidak mudah meleleh pada suhu kamar karena titik lelehnya menjadi lebih tinggi dengan adanya penambahan CBI.  Kehalalan CBI dilihat dari bahan asalnya yang nabati (tanaman) insya Allah tidak bermasalah.

Susu dan produk turunannya

            Susu dan produk turunannya seperti whey banyak digunakan dalam pembuatan produk coklat, bahkan salah satu jenis produk coklat yang favorit adalah coklat susu.  Susu yang digunakan biasanya adalah susu skim yaitu susu yang telah dipisahkan lemaknya (krimnya) walaupun pada kenyataannya masih mengandung sedikit lemak.  Kehalalan susu skim tidak dipermasalahkan karena dalam pembuatan susu skim tidak ada penambahan bahan lain, hanya perlakuan fisik terhadap susu segar.  Perlakuan dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan cream separator untuk memisahkan krim (lemak) dengan bagian lainnya.  Bagian lainnya ini kemudian dikeringkan sehingga diperoleh susu skim.
            Jenis susu lainnya yang biasa digunakan adalah apa yang disebut dengan susu rekombinasi.  Susu rekombinasi adalah susu yang dibuat dengan cara mencampurkan susu skim dengan lemak susu, tidak tertutup kemungkinan susu rekombinasi dibuat dengan mencampurkan bukan hanya susu skim dan lemak susu tapi juga whey.  Status kehalalan whey adalah syubhat, whey biasanya diperoleh dari proses pembuatan keju dimana dalam proses tersebut sebagian besar menggunakan enzim dan salah satu jenis enzim yang digunakan bisa berasal dari babi atau sapi yang tidak disembelih secara Islami.  Whey juga merupakan salah satu bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan produk-produk coklat.

Gula (Pemanis)

            Jenis gula yang digunakan dalam pembuatan produk coklat adalah gula pasir.  Suatu saat gula pasir pernah dipermasalahkan kehalalannya karena dalam satu tahap proses pembuatannya, tepatnya pada tahap proses pemucatan atau pemutihan warna gula seringkali digunakan arang aktif.  Tidak semua arang aktif berasal dari tanaman, ada juga yang berasal dari tulang hewan (tulang babi atau tulang sapi), itu sebabnya mengapa sebagian orang meragukan kehalalan gula pasir.  Akan tetapi, pada saat ini arang aktif yang terbuat dari tulang hewan sudah jarang ditemukan, kebanyakan arang aktif berasal dari tanaman, oleh karena itu secara umum kehalalan gula pasir  tidak dipermasalahkan.
            Jenis gula atau pemanis lain yang sering digunakan dan diragukan kehalalannya adalah sirup glukosa.  Hal ini karena dalam pembuatan sirup glukosa sebagian besar melibatkan enzim dimana enzim yang digunakan adalah enzim alfa-amilase.  Menurut literatur salah satu sumber enzim alfa-amilase adalah hewan, khususnya babi, itu sebabnya kehalalan sirup glukosa dipertanyakan, kecuali sirup glukosa yang telah mendapatkan sertifikat halal yang berarti tidak ada masalah dengan kehalalannya.  Walaupun demikian, banyak enzim alfa-amilase berasal dari produk mikroorganisme dan jika dalam proses pembuatannya tidak melibatkan unsur-unsur haram maka sirup glukosa halal, itu sebabnya ada sirup glukosa yang halal.  Pada kenyataannya, enzim alfa-amilase yang tersedia di pasaran kebanyakan adalah enzim yang berasal dari mikroorganisme.  Dengan kandungan yang sama, jenis lain dari sirup glukosa adalah dekstrosa dimana dekstrosa sebetulnya nama lain dari glukosa, hanya saja desktrosa biasanya dalam bentuk padat, bukan cair.
            Jenis pemanis lainnya adalah sirup fruktosa dimana kehalalan sirup fruktosa tidak dipermasalahkan.  Cara pembuatan sirup fruktosa mirip dengan cara pembuatan sirup glukosa dimana enzim terlibat dalam pembuatannya, hanya saja enzim yang digunakan tidak sama dengan enzim yang digunakan dalam pembuatan sirup glukosa dan belum diketahui ada enzim yang bermasalah dalam pembuatan sirup fruktosa.
            Jenis-jenis pemanis lain adalah yang disebut pemanis non kalori, pemanis ini digunakan untuk produk-produk coklat yang ditujukan bagi orang yang melakukan diet kalori, yaitu orang yang harus menghindari makanan berkalori tinggi.  Contoh pemanis non kalori yang biasa digunakan dalam produk coklat dan dipertanyakan kehalalannya adalah sorbitol karena sorbitol dibuat dari glukosa dimana glukosa sendiri kehalalannya bisa dipertanyakan.

Lesitin

            Lesitin secara kimia adalah fosfolipida yang berperan sebagai pengemulsi (emulsifier) yaitu bahan kimia yang mampu membuat campuran air dan minyak bercampur merata dalam jangka waktu lama.  Secara komersial lesitin yang digunakan dalam pembuatan produk pangan berasal dari kedele.  Jika dilihat dari sumber asalnya maka kehalalan lesitin tidak dipermasalahkan, akan tetapi ternyata jenis lesitin itu tidak hanya satu, ada berbagai jenis turunan lesitin atau lesitin yang sudah diolah lebih lanjut.  Jenis-jenis turunan lesitin ini dibuat sesuai dengan kebutuhannya dan terutama ditujukan untuk meningkatkan sifat-sifat lesitin itu sendiri, misalnya, agar kemampuannya sebagai pengemulsi menjadi lebih baik.  Dalam proses pembuatannya mula-mula lesitin diekstraksi dari kedele dengan menggunakan pelarut organik lalu setelah terekstrak pelarutnya dihilangkan sehingga diperoleh apa yang disebut dengan ekstrak kasar lesitin.  Di masa lalu lesitin jenis inilah yang digunakan, akan tetapi seperti telah dijelaskan diatas untuk tujuan memperbaiki sifatnya maka dibuat turunan-turunan lesitin agar diperoleh sifat lesitin yang lebih baik.  Dalam pembuatan produk turunan lesitin, ada yang melakukan reaksi kimia terhadap lesitin untuk mengubah struktur kimia lesitin dengan cara sintesis organik.  Selain itu, ada pula yang menggunakan enzim fosfolipase A yang berasal dari pankreas babi untuk mengubah struktur kimia lesitin, nah jenis inilah yang tidak boleh digunakan bagi umat Islam karena jelas dalam proses pembuatannya sudah bersinggungan dengan bahan yang berasal dari babi.  Sayangnya, di pasaran tidak dibedakan mana yang asli lesitin dalam bentuk ekstrak kasar dan mana lesitin yang sudah dimodifikasi lebih lanjut (turunan lesitin), kesemuanya hanya disebut lesitin, bahkan sering disebut lesitin soya. 
Proses pembuatan turunan lesitin yang lain yaitu dengan cara melakukan ekstraksi lebih lanjut ekstrak kasar lesitin dengan menggunakan alkohol (etanol) sehingga diperoleh fraksi lesitin yang larut dalam alkohol.  Masalahnya, alkohol yang digunakan untuk mengekstrak tersebut tidak dihilangkan lebih lanjut, jadi lesitin dalam hal ini berada didalam alkohol sehingga kadar alkohol turunan lesitin tersebut tinggi.  Jenis lesitin yang inipun harus dihindari untuk digunakan karena kandungan alkoholnya yang tinggi.  Jenis lesitin yang lain adalah lesitin yang telah dicampur dengan bahan pengemulsi lain untuk tujuan mendapatkan sifat pengemulsi yang lebih baik dibandingkan dengan jika hanya menggunakan lesitin saja.  Secara umum pengemulsi berstatus syubhat karena sebagian dibuat dari bahan hewani sehingga lesitin yang jenis inipun harus dihindari jika tidak jelas status kehalalannya.  Dengan informasi yang dipaparkan diatas maka status kehalalan lesitin pada saat ini adalah syubhat karena ternyata ada jenis turunan lesitin yang haram dan di pasaran semua disebut lesitin saja, tidak dibedakan mana eksktrak kasar lesitin dan mana turunan lesitin. Tentu saja jika suatu produk sudah dinyatakan halal maka walaupun produk tersebut mengandung lesitin maka lesitin yang digunakan adalah lesitin yang halal.
            Sebenarnya jenis pengemulsi lain juga bisa dan kadang digunakan dalam pembuatan produk coklat.  Walaupun demikian, seperti telah dijelaskan diatas secara umum status pengemulsi adalah syubhat jika tidak ada jaminan kehalalan terhadap pengemulsi atau produk tersebut.  Perlu ditegaskan sekali lagi bahwa status itu berlaku bagi pengemulsi atau produk yang belum mendapatkan sertifikat halal karena secara umum diketahui ada jenis pengemulsi yang halal dan ada jenis pengemulsi yang haram, di pasaran tidak jelas yang mana yang halal dan mana yang haram jika tidak ada jaminan kehalalannya (berupa label halal atau sertifikat halal).

Perisa (Flavor)

            Coklat sendiri sebetulnya salah satu jenis perisa (flavor), memberikan flavor (citarasa) coklat.  Akan tetapi flavor coklat saja agaknya tidak cukup, sering ditambahkan flavor lain.  Salah satu yang favorit digunakan adalah flavor vanilin.  Vanilin sendiri secara umum ada 2 jenis, ada vanilin yang buatan (sintetik) yang merupakan bahan kimia yang bernama etil vanilin, biasanya dalam bentuk padat dan kehalalannya tidak dipermasalahkan.  Jenis kedua adalah vanilin alami yang sebenarnya adalah ekstrak vanila, dalam bentuk cair, yang jenis ini kehalalannya diragukan karena biasanya pelarut yang digunakan untuk mengekstrak vanila adalah campuran alkohol (etanol) dengan air sehingga ekstrak vanila yang diperoleh masih mengandung alkohol yang relatif tinggi.  Ada juga vanilin alami yang diperoleh dengan cara bioteknologi, akan tetapi yang jenis ini jarang digunakan karena mahal dan kehalalannya pun tidak bisa dijamin karena dalam proses pembuatannya rawan digunakannya bahan-bahan haram.
            Banyak sekali jenis flavor lain selain flavor vanila yang digunakan dalam pembuatan produk coklat.  Secara umum status kehalalan flavor adalah syubhat.  Di pasaran ada pula flavor coklat sintetik yang biasa digunakan untuk produk-produk coklat yang murah harganya.  Jenis flavor coklat sintetik ini rawan kehalalannya karena dalam pembuatannya sering melibatkan penambahan asam-asam lemak dimana asam lemak bisa diperoleh dari nabati (tanaman) atau hewani (termasuk babi).
            Masih banyak bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan produk coklat, akan tetapi bahan-bahan yang dijelaskan adalah bahan utama yang sering digunakan dan dipandang cukup mewakili untuk menyimpulkan bahwa produk coklat merupakan produk yang rawan dari segi kehalalannya.